"Gawat!"
Aku melirik jam di tangan, sudah lewat 3 menit! Kupercepat lariku, walaupun tahu bahwa itu hanyalah usaha sia-sia. Aku sudah telat!
"Tidak apa-apa," kataku menenangkan hati.
Aku mulai memasuki ruangan dan mengetuk pintu. Seketika semua mata di dalam ruangan ini melihat ke arahku. Perasaanku mulai tidak enak. Sekali lagi ku lirik jam tanganku, ah cuma telat 5 menit.
Tiga jam sesudah itu.
Aku melirik jam di tangan, sudah lewat 3 menit! Kupercepat lariku, walaupun tahu bahwa itu hanyalah usaha sia-sia. Aku sudah telat!
"Tidak apa-apa," kataku menenangkan hati.
Aku mulai memasuki ruangan dan mengetuk pintu. Seketika semua mata di dalam ruangan ini melihat ke arahku. Perasaanku mulai tidak enak. Sekali lagi ku lirik jam tanganku, ah cuma telat 5 menit.
Seorang ibu gemuk berkonde besar dengan dandanan super heboh
memandangiku dengan tajam. Meski tak
berkata apa-apa namun lewat tatapan tajamnya sudah mencerminkan bahwa aku ini
seakan mangsa yang hendak diterkamnya. Di depannya ada beberapa orang lain. Kemudian
seakan tidak terjadi apa-apa, mereka lalu melanjutkan pembicaraan mereka dengan
serius. Ku lihat di atas meja sekarang
sudah rapi, padahal kemarin saat kutinggalkan masih berceceran kertas-kertas
dan botol-botol air mineral sisa rapat sebelumnya.
“Ngapain kamu berdiri di situ? Sana keluar!” suara si Ibu
gemuk mengagetkanku.
“Iiiya Bu’, maaf saya permisi.”
Merasa tak diperlukan aku segera mengundurkan diri keluar ruangan.
Tiga jam sesudah itu.
“ Tino, di panggil Ibu Sugondo tuh…!” Ima rekanku memanggil.
Aku segera bergegas ke ruangan Ibu Sugondo yang tak lain
adalah ibu gemuk berkonde tadi.
“ Tino, sini kamu”
“Iiiyyyaaa Bu’….”
“Kamu ya, di kasih tau nggak pernah mau dengar… Sudah berkali-kali kamu
melakukan kesalahan yang sama, telat melulu. Masa buat ngebersihin
ruangan, saya juga mesti turun tangan. Untung tadi Ima sudah muncul
duluan,
kalo nggak bisa malu saya sama tamu-tamu tadi.”
“Iya, eh anu… maaf Bu’, saya nggak sengaja.”
“Gak sengaja… gak sengaja, alasan kamu… Pokoknya besok kamu tidak usah muncul lagi di
kantor ini, saya nggak mau lihat muka kamu lagi. Urusan pesangon sana sama si
Lisa.”
“Ja…jadi… saya di … di …” Aku tergagap tak mampu melanjutkan ucapanku.
“Kenapa? Nggak terima? Mau memelas lagi? Sudah beribu kali
saya memaafkan kamu. Kali ini nggak ada ampun.
Kamu di pecat...!!!! kurang jelas
.. …??? P… E… C… A… T alias PECAT, mengerti
kamu..!!! dasar OB nggak berguna.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar