Kembali dihirupnya minuman itu hingga hanya tersisa ampas hitam. Ah,
sudah habis... Ide yang dinanti-nantinya bahkan belum juga muncul.
Kembali dia melayangkan pikiran. Biasanya hanya butuh beberapa teguk
hingga ide itu muncul, namun kali ini entah kenapa ide tak mau datang
padanya. Sementara halaman kerja dihadapannya masih bersih. Diketiknya
sebuah kata, namun dengan cepat pula di hapus. Diketiknya kata lain,
tapi kembali dia menekan tombol backspace.
Hufft... masih blank saja. Diliriknya ke sebelah. Wanita yang senantiasa menemaninya itu sudah tertidur.
"Sialan!" makinya dalam hati. Dengan malas dia bangkit berdiri untuk
membuat kopi sendiri. Tiba di meja makan, di angkatnya termos. Huhh..
lagi-lagi sial. Termospun tak berpihak padanya. Isinya sudah kosong.
Terpaksa dia bergerak ke dapur untuk menjerang air. Sambil menanti air
mendidih, disiapkannya cangkir beserta isinya. Dua sendok gula dengan 1
sendok kopi. Takaran favoritnya. Bau bubuk kopi menyusup masuk ke dalam
hidungnya. Hmm, belum dituangi air panas saja sudah wangi begini.
"Ah, kopi memang minuman para dewa," pikirnya. Dia teringat lagi pada
masa-masa lalu, ketika dia masih sering berkumpul dengan
sahabat-sahabatnya. Juga masa-masa ketika mereka mendaki gunung
menikmati pemandangan alam sembari menghirup secangkir kopi. Tiba-tiba
saja, *ting... "Yah-kenapa tak kutuliskan saja tentang ini," pikirnya.
Bergegas dia lari ke kamar dan segera duduk mengahadapi komputer tuanya.
Dengan kecepatan maksimal segera dipindahkannya segala sesuatu yang
bertebaran di dalam kepalanya. Halaman kerja di depannya menjadi penuh
dengan cepat. Namun masih saja dengan kesetanan dituliskannya segala hal
yang terus berhamburan di dalam pikirannya.
"Api.... Api..." Terdengar teriakan dari depan jalan. Tak dihiraukannya,
karena tangannya masih sibuk menari di atas tuts-tuts keyboard.
"Yess... selesai!" pekiknya dengan penuh semangat. Namun si jago merah juga telah menuntaskan tugasnya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar